ANTARA MACHICHA MUCHTAR DAN ENGKAU - KAJIAN NORMA AGAMA DAN NEGARA

Jumat, 20 Januari 2023 14:16 WIB
  • Share this on:

ANTARA MACHICHA MUCHTAR DAN ENGKAU:

KAJIAN NORMA AGAMA DAN NEGARA

 

Abstract: Singing the dangdut song in the 1980s, Ilalang, was a hit and Moerdiono was at the peak of completion, as secretary of the development cabinet, led by Suharto's permission to stop marrying religiously by leaving the registration process. Undergoing marriage without official documents means that the child is only attributed to the mother so that the child's civil rights to the biological father are severed because there are no documents to support it. Machicha has carried out all efforts to restore civil relations: judicial review of the marriage law to the Constitutional Court, reserves to strengthen the origins of children from the Religious Courts to the Court. It also doesn't change Iqbal's status. Even the Constitutional Court's decision, which Machicha relied on to obtain Iqbal's rights, turned out to be retroactive, not retroactive. Meanwhile, the marriage between the presidential staff for social affairs and Geral Bastian is still in its infancy, enjoying their togetherness even though the marriage collided with two norms at once: religious norms and state norms. Meanwhile, Machicha bumped into one norm, a religious norm.

 

Keywords: Marriage, religious norms, state norms

 

Abstraksi: Pelantun lagu dangdut tahun 1980an, ilalang, sempat hits dan Moerdiono sedang di puncak karirnya, sebagai sekneg kabinet pembangunan, pimpinan rezin Soeharto sepakat untuk menikah secara agama dengan meninggalkan proses pencatatan. Berjalan waktu pernikahan yang tidak dilengkapi dokumen resmi menebkan anak hanya dinisbatkan kepada ibu sehingga hak perdata anak terhadap ayah biologis menjadi terputus karena tidak ada dokumen yang menguatkannya. Semua upaya untuk mengembalikan keterkaitan perdata sudah dilkukan oleh Machicha:uji materi UU perkawinan ke MK, permohonan penetapan asal-usul anak ke Pengadilan Agama sampai ke Mahkamah. Tidak juga merubah status Iqbal. Bahkan Putusan MK yang menjadi andalan Machicha utnuk mendapatkan hak-hak Iqbal ternya ta putusan MK berasakan retroaktif, tidak berlaku surut. Sedangkan pernikahan stafus presiden bidang sosial dan Geral Bastian masih seumur jagung, menikmati kebersamaannya meskipun pernikahan itu meneabrak dua norma sekaligus: norma agama dan norma negara. Sedangkan Machicha menabrak satu norma, norma agama.

 

Kata Kunci: Nikah, norma agama, norma negara

 

I. Pendahuluan

 

Hajah Asiah binti H. Muchtar, lebih dikenal dengan nama Machica Muhtar atau Machicha. Pelantun lagu dangdut 1980-an , ilalang, sempat hits, penulis menyukai lagu ilalang. Juga klip vidionya. Itu adalah sisi lain yang menghantarkan machica terkenal dan barangkali berkenalan dengan sekretaris negara zaman orde baru, Moerdiona. Akhirnya keduanya menikah secara agama. Cukup terpenuhi rukun dan syarat pernikahan tanpa dicatatkan. Boleh jadi tidak dicatatkannya pernikahan Machicha dengan pak Moer (panggilan akrab Moerdiono) karena Moerdiono yang sedang menjabat sekneg memiliki keluarga. Disampin asas perkawinan di Indonsia adalah monogami dan kala itu poligamy untuk para pejabat menjadi tabu karena dikawal ketat oleh BP 10. Hasil pernikahan keduanya dikarunia seorang anak bernama Muhamad Iqbal Romadlon (seterusnya disebut Iqbal) dinisbatkan kepada Machicha dan tidak ada dokumen resmi yang mengarahkan hubungannya dengan ayah biologisnya sehingga keterkaitan keperdataan menjadi buntu. Kemudian pada tahun 2000an, Machica menempuh jalur hukum untuk mendapatkan hak keperdataan Iqbal dari ayah biologisnya setelah musyawarah keluarga mentok.

Ayu Katika Dewi adalah staf  husus presiden bidang sosial sedang moncer kariernya. Gadis berusia 39 tahun ini menikah dengan Geral Bastian yang beragama Katolik. Keduanya sepakat untuk melangsungkan dua kali pernikahan. Pertama dengan cara Islam yang kedua di gereja dengan cara katolik. Ayu Kartika melawan kesepakatan para ulama yang melarang pernikahan wanita muslimah dengan seorang laki-laki non muslim, meskipun dari ahli kitab. Bayangannya pernikahan I dan II mesti ada salah satu dari pasangan ini yang menundukan keyakinannya kepada pasangannya saat acara pernikahan sesuai dengan pasangannya. Ketika pernikahan berdasarkan agama Islam maka Geral Bastian yang bergama Katolik harus menundukankeyakinannya pada keyakinan Ayu dan Ketika pernikahan berdasarkan Katolik maka ayulah yang menundukan keyakinannya kepada keyakinan Geral Bastian. Paling tidak ketika pernikahan dilekukan dengan cara katolik maka Geral Bastian harus mengokohkan keyakinannya dan inilah yang merusak pernikahan antara keduanya berdasarkan aliran utama dalam agama Islam.

II. Machicha Sayang , Machica Malang

Ibunda hajah Aisyah (berikutnya disebut Machicha atau Machica Muchtar) adalah isteri alm Moerdiona, mensekneg jaman Presiden Soeharto. Dari pernikahan keduanya dikarunia seorang anak laki-laki. Pada tahun 2012 melalui kuasa hukumnya Machicha menempuh jalur hukum untuk putra semata wayang nya dengan moerdiono agar rmendapatkan hak perdata untuknya  dari suami yang menikahinya secara sirri. Pengakuan ini terkendala karena pernikahannya tidak tercatat di lembaga penctatan perkawinan, yaitu KUA. Akibat  tidak tercatat maka tidak ada pengkuan negara bahwa Iqbal Romadlan adalah putra Machicah dan Moerdiono hasil pernikahan benar secara agama tetapi salah secara administrasi pencatatan peristiwa pernikahan. Karena itu nisbat Iqbal dan keterkaitan perdata hanya kepada ibunya dan keluarga dari ibunya saja.

Yang dilakukan oleh Machicha Muchtar melalui kuasa hukumnya  melakukan yudicial review, uji materi kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengkajiulang UU Pokok Perkawinan, no 1 tahun 1974 pasal 42 yangmenyatakan:” Anak yang sah adalah anakyang dilahirkan dalam atau sebagain akibat perkawinan yangsah” dan ayat 2 yang  menyatakan: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. karena pasal ini dianggap mereducir hak-hak konstitusional pemohon selaku ibu dan anaknya untuk mendapatkan pengesahan atas pernikahannya serta status hukum anaknya yang dijamin dengan UUD 1945 pasl 28D ayat 1 yang menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Bahwa pernikahan Machicha Muchtar deng Moerdion adalah pernikahan yang sah berdasarkan agma Islam; dengan seorang wali nikah ayahanda Machicha, bernama H. Mochtar Ibrahim dan dua orang saksi masing-masing bernama KH. M. Yusuf Usman dan Risman. Maskawin berupa seperangkat alat shalat, uang 2000 Riyal (mata uang Arab), satu set perhiasan emas, berlian dibayar tunai dan dengan ijab yang diucapkan oleh wali tersebut dan qabul diucapkan oleh seorang laki-laki bernama Drs. Moerdiono: dan dasar negara bahwa negara Indonesia berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Disamping itu seolah-olah negara membatasi/mensubordinate keberagamaan: dianggap sah oleh agama tetapi tidak dianggap sah oleh negara. Permohonan uji materi yang disampaikan Aisyah (Machica) Mochtar itu adalah dalam konteks mendapatkan keadilan pengakuan “nikah siri”, bukan dalam konteks hubungan di luar pernikahan. Pernikahan nikah siri yang dilakukannya itu telah mendapat penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada tanggal 18 Juni 2008.

Permohonan M. Iqbal Ramadlon dan Machicha ke Mahkamah Konstitusi adalah:

1. menerima dan mengabulkan permohonan uji materil pemohon untuk seluruhnya:

a. menyatakan pasal 2 ayat (2) yang berbunyi: “perkawinan dicatat menurut perundang undangan  yang berlaku” dan Pasal 43 aya (1) UU Perkawinan yang berbunyai: anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) UUD NRI 1945

b. Menyatakan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya; atau jika Majelis berpendapat lain, maka dimohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Menurut Macicha dan Iqbal, melalui kuasa hukunya Rusdianto Matulatuwa, Oktryan Makta, : siapapun berhak melaksanakan pernikahan sepanjang itu sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing akan tetapi hak konstitusional itu telah dicederai oleh norma hukum pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang mengharuskan sebuah pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang jadi pertanyaan Machicha bagaiman mungkin norma agama direduksi oleh norma hukum hingga perkawinan yang menjadi tidak sah?

Hasil sidang Mahkamah Konstitusi secara terbuka pada amar putusan MK nomor 46/PUU-VIII/2010 diketuai Mahfud MD mengabulkan permohonan Machicha dan Iqbal untuk sebagian dan menolaknya untuk yang lainnya. Permohonan yang dikabulkan hanyalah berkaitan dengan pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyai: : anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat (Condisionally unconstitusional[1]), yaitu inkonsitusional sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata hubungan darah sebagai ayahnya sehingga ayat tersebut harus dibaca: ‘: anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. MK menolak permohonan para pemohon  untuk selain dan selebihnya.

Pasca putusan MK yang melegakan seolah dibekali modal maka Macicha mengajukan surat permohonan penetapan hubungan hukum anak luar kawin dengan ayah biologisnya ke Pengadilan Agama (PA) Tigaraksa dengan nomor: 47/Pdt.P/2012/PA.Tgrs. permohonannya, Pertama. agar anak laki-lakinya yangbernama Muhamad Iqbal Ramadhan adalah anak diluar perkawinan yang mempunyai hubungan perdata dengan Moerdionan sebagai ayahnya dan dengan keluarga Moerdiono. Oleh karena Moerdiono telah waft pada tanggal 07-10-2011. Kedua, hakim dimohon untuk menetapkan bahwa M. Iqbal R. Adalah ahli waris dari Moerdiono.

Pada  tanggal 17 April 2012 Majlis hakim menetapkan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima disebabkan cacat formil karen selain penetapan ayah biologis volunteer (Machica) dinilai memilikikepentingan dan persengkataan anatara ibu dan anak yang dilahirkannya dengan calon ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya permohonan voulenteer cacat hukum.

Tidak puas dengan putusan PA Tigaraksa yang dianggap tidak menyertakan asas kemanfaat dan keadilan. Juga dianggap tidk melihat substansi permohonan dan tidak mempertimbangkan keputusan MK nomor 46 tahun 2010, Machica mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pada tanggal 18 Desember 2012 Mahkamah Agung melalui putusan nomor465 K/AG/2012 menolak permohonan kasasi Machica dengan menguatkan penetapan PA Tigaraksa: Bahwa permohonan volunteer cacat secar formil dan PA Tigaraksa selaku judex facti sudah tepat  dalam menerapkan hukum.

Setelah permohonan volunteer dinyatakan tidak diterima, Machicha mengajukan gugatan (contentious[2]) pada kepanitraan PA Jakarta Selatan. Dalam gugatan ini Machica memposisikan  empat orang ahli waris Moerdiono sbagai terrgugat: isteri almarhum tergugat I, seorang anka perempuan dan seorang anak pria alm. Sebagai tergugat II dan tiga dan seorang cucu alm. Sebagai tergugat IV. Pengajuannya sebagai tergugat ini karena dalam lapangan hukum keluarga dan harta kekayaan ahli waris merupakan subyek hukum.

Babak hukum ini seru. Rame, melebihi proses hukum pertama. Ada posita, ada permohonan putusan sela dan akhir, ada permohoan tes DNA. Dan permohonan akhirnya agar majlis hakim menganggap pernikahan mendiang Moerdiona dan ibu Aisyah (Machicaha) adalah pernikahan yang sah menurut hukum Islam namun perkawinan tidak dapat dicatatkan. Dan menyatakan bahwa Iqbal adalah anak yang dilahirkan dariperkawinan yang sah.

Tetapi pngadilan beranggapan lain dan menyatakan bahwa gugatan tersebut salah alamat, karena tuntutan machica terhadap Moerdiono yang telah meninggal tidak dapat dibebankan kepad isteri, anak dan cucunya. Setelah terjadi replik dan duplik dalam proses pengadilan dari kedua belah pihak akhirnya  Pengadilan Agama Jak Sel dalam amar putusan menolak hampir empat gugatan maachicha ditolak dan mengaulkan sebagian kecilnya saja. Termasuk permohoan itsbat pernikahnnya dianggap memiliki halangan untuk diitsbatkan. Yang dikabulkannya hanya Iqbal adalah anak yang lahir di luar perkawinan dari Machica dan Moerdiono.

 

III. Ayu Kartika Dewi

Sedangkan  Ayu Kartika Dewi, staf khusus presiden bidang sosial yang telah menikah dengan pasangan yang berbeda agama, Geral Bastian kemudian karena pernikahan itu jadi sebab lembaga resmi pencatatan pernikahaan merasa tidak berwenang untuk melakukan tugas pencatatan (KUA dan Dukcapil). Kantor Urusan Agama husus mencatatkan pernikahan agama Islam sedangkan Dukcapil untuk selain Islam tetapi keduanya mencatatkan pernikahan yang seagama. Penolakan keduanya didasarkan pada UU no 1 tahun 1974, bahwa pernikahan yang sah adalah pernikahan yang sah menurut agama dan keyakinannya. Ketika pernikahannya diadakan pada dua acara agama sesuai dengan penganut agmanya: pertama dengan cara agama Islam karena calon isteri, Ayu Kartika Dewi  beragama Islam.  kedua, dengan agama Katolik karena suami, Geral Bastian beragama Katolik. lembaga mana dari dua lembaga pencatat pernikahan; KUA dan Dukcapil yang harus mencatatkan. Atau Pengadilan yang memutuskan dan memerintahkan dukcapil untuk mencatatkan. Lalu dimana letak kesalahan negara yang tidak mengakomodir kepentingan warga negaranya untuk melaknakan hajat hidupnyang sangat asasi. KUA tentu menjadi lembaga yang tepat untuk menolak pencatatan pernikahan karena asas perkawinan yang ada pada UU Perkawinan no 01 tahun 1974  bahawa pernikahan yang sah adalah yang menurut agma dan keyakinanannya, juga Komilasi Hukum Islam,  syarat masing-masing dari calon suami dan isteri beragama Islam. Sila Pertama dari lima dasar negara RI adalah KetuhanYangMaha Esa, maka ketika agama sudah mengatur pernikahan tidak boleh dilakukan di luar koridor keberagamaan: Negara tidak mgakomodir pernikahan wanita beragama Islam dengan laki-laki dari non islam adalah negara sedang melaksanakan sila pertama dari lima sila yang menjadi dasar negara RI. Karena pelaranganitu adlah sumbernya dari agma. Agama yang berasal dari bahawa Arab adalah kecenderungan maka orang yang beragama harus menjadikan aturan agama sebagai kecenderungannya. Bukan memkaskan kecenderungannya untuk diakomodir oleh agama. Islampun bisa bermakna tunduk, pasrah, maka pemeluk agama yang bertindak di luar aturan agama adalah sedang keluar dari kepatuhan dan ketundukan pada agama itu.

IV. Nikah Beda Agama:

Pada surat al Baqarah 221 jelas melarang: laki-laki muslim menikahi wanita musyrik dan  wali nikah menikahkan prempuan muslim kepada laki-laki musyrik. Apakah ayat ini makiyah yang dinasakh oleh surat al Maidah, ayat lima yg turun setelah nabi hijrah ke Madinah. Atau hanya ditahsish dari keumumannya?

Perbedaan nasakh dan tahsish adalah: nasakh dicabut keberlakuan hukumnya seluruhnya sedang tahsish ditentukan keberlakuan hukumnya/ sebagian diangkat dan lainnya berlaku.

Ketika dinasakh maka pelarangan menikahi dan menikahkan pd surat al Baqarah diganti dg al Maidah, ayat 05, kebolehan menikahi. Tetapi ketika hanya sebagai tahsish, maka hukum larangannya tetap ada hanya ada kebolehan seperti bunyi surat al maidah ayat 05, makanan, sembelihan dan wanita ahli kitab halal (ahli kitab:Yahudi dan Nashara, sesuai surat al anam, ayat 156). Seolah boleh; laki-laki muslim menikahi perempuan ahli kitab seperti makanan dan sembelihannya boleh dimakan

Tetapi perdebatannya tidak sampai disitu. Hanya saja kesepakatan ulama: wanita muslimah menikah dgn laki-laki non muslim, apakah ahli kitab atau bukan dihukumi haram (Madudi) dan persetubuhannya dianggap zina. Begitu juga Wahbah Zuhaili dlm Mausuaahnya: menikahkan wanita muslimah kepada laki-laki non muslim dihukumi haram sebagai bentuk preventif (sad al dzariah) kecendrungan suami mempengaruhi isteri dan keturunan dlm beragama  kecendrungan isteri dan keturunan yg mengikuti suami atau orang tua.

Benarkah terjadi nasekh mansukh?

-Tidak terjadi nasakh: musyrik adalah membagi eksistensi Tuhan, Uzair ibnullah, Maryam melahirkan Tuhan anak, maka faham kemusyrikan yg mana lebih qualitatif dari keyakinan seprti itu.

- al Maidah menggunakan kata al yauma. Ketika itu, pembebasan kota Makah karena saat itu wanita muslimah sedikit sehingga ayat ini menjadi rukhsoh ( Atto bin Rabbah).

- ada beda penghalalan makanan, sembelihan dengan menikah. Dalam menikah di muqayadkan dengan kalimat min qablikum, sebelum mu ( Keberagamaannya sehingga menyandang ahli kitab adalah sebelum Islam, ketika Islam sudah ada semuanya harus ber Islam). Sedangkan pada makanan dan sembelian halal bersifat mutlaq.

-Apakah wanita ahli kitab yg boleh dinikahi adalah yg qualofikasinya muhshonat; yg menjaga kehormatan, tentu akan tidak sejalan dg surat al Mumtahanah, ayat 01 dan ali Imron, ayat118

Tentang takhsis  ( surat al Baqarah 221 umum ditakhshih dg surat al maidah ayat 05, boleh laki-laki muslim menikahi prempuan ahli kitab seperti dibolehkannya atas makanan dan sembelihannya, pendapat dari ibnu Arabi, Imam Sayuthi dan Imam Makki.

1. Mungkinkah kitabiyah disini wanita yg ada sebelum kerasulan nabi Mugammad. Sehingga yg ada setelah keberadaan nabi Muhamad seperti juga keberlakuan agama setelah nabi Muhamad diutus.

2. Mungkinkankah al muhshanat ini adalah sebuah sifat wanita yg beriman kepada islam tetapi belum masuk agama Islam

3. Wanita ahli kitab adalah serupa dg kafir harbi yg tlh disepakati keharaman utk dinikahi. Perbedaan agama bisa menghalangi salah seorang dari suami isteri utk mwnèima pusaka. Maka menerima harta waris saja diharamkan maka pernikahannyapun diharamkan.

Di fiqih: menikahi wanita fasik, anak zina dan yg tid ketahuan nasabnya adalah makruh Maka menikahi wanita non muslim mestinya asyaddu karha (qiyas aulawiyah).

Dalam berkeluarga tentu ingin menghantarkan putra putri yg lebih baik, soleh, bisa baca al quran, beribadah dg benar dan terpupuk semua kecerdasannya, termasuk kecerdasan relegiusitas. Mungkinkah akan terpenuhi apabila sehari2 yg membimbing seorang ibu yg berbeda keyakinan? Maka tujuan tasyri dalam menetapkan hukum, hifdu an nasal, keturunan, hifdu al din, menjaga agama tidak terwasilahkan. Teori tahsis al am juga diragukan. Dan the big question: apakah setelah datang Islam ada keberagamaan terhadap selain Islam yg diakui oleh Islam? Sehingga membolehkan pemeluknya (laki-laki) menikahi pemeluk agama lain, wanita kitabiyah?

V. Kesimpulan

1. Bahwa sumber hukum Negara Repoblik Indonesia adalah adat, agama dan Belanda. Bahwa penetapan sahnya pernikahan apabila dianggap sah oleh masing-masing agama dan kepercayaannya. Tetapi kemudian ketetapan agama ini dikuatkan oleh keharusan administrasi yang rapih dan akuntabel shingga bisa dipertanggung jawabkan. Sehingga keberadaan norma agama dan norma negara menjadi saling menguatkan.

2. Benar bahwa tidak ada perintah langsung mencatatkan pernikahan dalam ajaran agama tetapi kesimpulan para ulama bahwa hal-halyang merugikan, menyulitkan dan madarat yangakan terjadiwajib dihindari.

3  Pernikahan Machica dengan Moerdiono yang berdasarkan hukum agama dibenarkan/disahkan tetapi karena ada hal tertentu sehingga tidak tercatat yang dikemudian hari pernikahannya tidak berdokumen sehingga sulit untuk mengklaim. Klaim sebagai anak dari seorang ayah biologisnya Moerdiono, yang akhirnya tidak terpenuhinya permohonan sebagai ahli  waris, atau memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya.

4.  Asas keputusan Mahkamah Konstitusi adalah tidak berlaku surut kecuali ada catatan dalam keputusannya berlaku surut.

5. Machica sudah berjuang sekuat tenagauntuk mendapatkan hubungan keperataan antara Iqbal dan Moerdiono, tetapi hukum mempunyai jalan sendiri-sendiri: baik materil maupun formil. Maka ketika salah satu kelengkapan tiak terpenuhi tuntutanpun tidak dilihat substansinya.

6. Ayu Kartika Dewi adalah salah satu pasang suami isteri yang menikah dengan pasangan beda agama. Dalam aturan pencatatan pernikahan yang berlaku tidak ada ruang pencatatan pernikahan untuk yang beda agama dan apalagi tidak dianggap sah oleh agama/keyakinan yang dianutnya.

.7. kecenderungan yang terjadi pernikahan beda agama dalam proses pencatatannya meminta permohonan dulu ke Pengadilan untuk memerintahkan dukcapil kota/kabupaten tertentu mencatatkan pernikahan.

8. antara Machica dan Ayu Kartika berbeda kasus dan kronologinya. Machica menikah yang disahkan oleh agama tapi tidak tercatat. Sedangkan Ayu Kartika menikah dengan pernikahan yang ditolak oleh kalangan umum agama dan ditolak oleh norma negara. Machica menuai keulitan dari kecerobohannya untuk mencatatkan pernikahnnya. Ayu Kartika sengaja menabrak norma agama yang dihawatirkan oleh agama akan berdampak mempengaruhi keberagamaannya dan keturunannya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1. Buku

Ali, Muhammad Al-Shobuni. Rawaiul Bayan Tafsir Ayat al_Ahkam min al-Quran, Daru al-Kutub al-Islamiyah, Juz 1

Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Al-Fiqh ala Al-Madzahibi Al Arba’a, Daru al-Kutub al-Ilmiyah DKI, Jilid IV

Al-Shawi, A. Al-Maliky. Hasyiyah Al Alamah Al-Shawi, Darul Ihya Al-Kitab Al-Arabiyah Indonesia, Juz I

Erawati, Desi. Poligami Dalam Perspektif Sosiolgis, Himmah Vol. VIII. No. 22, 2077 h. 24

Moqsith, Abdul. Tafsir Atas Poligami Dalam Al-Qur’an, Karsa Vol. 23. No.1, 2015, h.142-143.

Musthofa, A. Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi, Darul kutub Al-Ilmiyah, Bairut, 1998

 

2. Website

- (https://pdb-lawfirm.id/putusan-pengadilan-atas-gugatan/)

 -http://jurnal.umb.ac.id/index.php/suryakeadilan/article/view/337#:~:text=Konstitusionalitas%20Bersyarat%20(conditionally%20constitutional)%20dalam,memperhatikan%20penafsiran%20MK%20atas%20konstitusionalitas

 

 

 

 

 

BIODATA PENULIS

Nama              :H. Fatawi

Tmpt./Tgl Lahir: Tangerang, 07 Nopember 1967

Pendidikan:     MI Al-Khairiyah Kandang Gede Kresek

                        MTs. Al_khairiyaah Kandang Gede, Kresek

                        Madrasah Aliyah Darunnajah Jakarta

                        SI Syariaah STIA Darunnajah Jakarta, sekarang Universitas Darunnajah

                        S2 STIE Triandra Jakarta

Tugas              : 2013 – 2016 Kepala KUA Kec. Gunungkaler, Kab. Tangerang, Banten

                        : 2016 – 2019 Kepala KUA Kec. Kemiri, Kab. Tangerang, Banten

                        : 2019 – 2021  Kepala KUA Kec. Sindang Jaya, Kab. Tangerang, Banten

                        : 2021 – Sekarang Kepala KUA Kec. Kresek, Kab. Tangerang

 

 

 


[1] Konstitusionalitas Bersyarat (conditionally constitutional) dalam putusan MK adalah putusan yang menyatakan bahwa suatu ketentuan UU tidak bertentangan dengan konstitusi dengan memberikan persyaratan kepada lembaga negara dalam pelaksanaan suatu ketentuan UU untuk memperhatikan penafsiran MK atas konstitusionalitas ketentuan UU yang sudah diuji tersebut. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi atau ditafsirkan lain oleh lembaga negara yang melaksanakannya, maka ketentuan undang-undang yang sudah diuji tersebut dapat diajukan untuk diuji kembali oleh MK. Kajian ini mencoba memaparkan beberapa persyaratan konstitusional yang dinyatakan oleh MK dalam 4 (empat) putusan di atas. Mempertentangkan unsur-unsur dari Konstitusionalitas Bersyarat terhadap sifat dan jenis putusan MK yang diatur di dalam UUD 1945, UU MK dan beberapa asas-asas hukum yang dikembangkan mewadahi konsep putusan MK. Kemudian memaparkan secara spekulatif konsekuensi yang mungkin terjadi dari adanya Konstitusionalitas Bersyarat.

[2] Gugatan contentious adalah suatu permasalahan perdata yang berbentuk gugatan. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999), tugas dan wewenang peradilan selain menerima gugatan voluntair namun juga menyelesaikan gugatan contentious.

Ciri-ciri gugatan contentious diantaranya adalah:

  1. Masalah yang diajukan adalah penuntutan suatu hak atas sengketa antara seseorang atau badan hukumdengan seseorang atau badan hukum yang lain.
  2. Adanya suatu sengketa dalam gugatan ini.
  3. Terdapat lawan atau pihak lain yang bisa ikut diseret dalam gugatan ini.
  4. Para pihak disebut penggugat dan tergugat.

Proses pemeriksaan gugatan di pengadilan berlangsung secara kontradiktor (contradictoir), yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat untuk membantah dalil-dalil penggugat dan sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan bantahan tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun dalam bentuk kesimpulan (conclusion). Pengecualian terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah dan patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan mengeluarkan putusan atas gugatan tersebut. (https://pdb-lawfirm.id/putusan-pengadilan-atas-gugatan/)