Asupan Halalan Thayiban untuk ibu dan Balita, Tindakan Preventif Keluarga Cegah Stunting pada anak

Rabu, 21 Desember 2022 08:43 WIB
  • Share this on:

Asupan Halalan Thayiban untuk ibu dan Balita; Tindakan Preventif Keluarga Cegah Stunting pada anak

Oleh : Muhamad Andriyani, S.H.I

Penghulu KUA Sukadiri Kabupaten Tangerang

  1. Pendahuluan

Stunting masih menjadi masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka stunting di Indonesia sebesar 30,8% (Nur Oktia, 2). Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi pada balita yang disebabkan oleh banyak faktor. Stunting menyebabkan pertumbuhan anak menjadi terhambat dan tidak sesuai dengan standar pertumbuhan yang harusnya dicapai oleh anak pada usianya. Hal ini tentunya dapat menghambat upaya pembangunan nasional, karena dalam mewujudkan cita-cita bangsa, dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat berkualitas, dan stunting bisa menjadi batu sandungan bagi kita semua dalam mewujudkan hal ini.

Ada banyak hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya stunting. Salah satu faktor utama penyebab stunting ialah minimnya asupan nutrisi yang baik dan sehat pada balita dan ibu hamil maupun menyusui. Kurangnya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting terutama pada awal kehidupan (Adair dan Guilkey, 1997). Berdasarkan hal ini, kita dapat menilai bahwa salah satu faktor utama penyebab stunting ialah kurangnya asupan gizi yang baik dan seimbang pada ibu dan anak. Hal ini menjadi ironi bila kita mengingat kondisi bangsa kita yang dipenuhi dengan kekayaan hayati, baik dari sektor pertanian, peternakan ataupun kelautan yang didalamnya terdapat jutaan sumber pangan yang halal dan baik dengan kadar gizi tinggi.

Terkait hal ini, Al-Quran sudah memberi tuntunan pada kita agar hanya mengkonsumsi makanan halal dan baik. Begitu pula asupan yang kita berikan pada keluarga kita, harus merupakan asupan yang halal dan baik. Ada 4 ayat dalam Al-Quran yang berkaitan dengan hal ini, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 168, Al-Ma'idah ayat 88, Al-Anfal ayat 69 dan Surat An-Nahl ayat 114. Mengkonsumsi asupan halal dan baik bukan hanya menyehatkan, tetapi juga mencegah hadirnya penyakit, termasuk stunting. Apabila ibu hamil, ibu menyusui dan balita dapat mengkonsumsi asupan yang halal dan baik, yang sudah tersedia melimpah di bumi Allah, khususnya di negara kita ini, maka jumlah kasus stunting pun dapat menurun dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat berjalan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk menjabarkan konsep asupan halalan thayiban dalam Al-Quran dengan mengajukan beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimanakah stunting bisa terjadi? 2. Bagaimanakah asupan yang halal dan baik itu? 3. Bagaimana mencegah stunting dengan asupan halal dan baik? Dengan menjawab 3 pertanyaan tersebut, penulis berharap dapat mengajak pembaca untuk menjaga asupan yang kita berikan pada keluarga kita agar terhindar dari stunting. Juga dalam rangka mendukung pemerintah menurunkan angka stunting di Indonesia.

  1. Stunting dan Pencegahannya

Salah satu tantangan dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia adalah adanya stunting. Stunting adalah indikator kekurangan gizi kronis dalam periode 1000 hari pertama kehidupan seseorang. Hal ini mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia (Liem, 2019: 1). Menurut Kinanti, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Kinanti, 3). Sedangkan menurut Nur Oktia, Stunting didefinisikan sebagai kondisi status gizi balita yang memiliki panjang atau tinggi badan yang tergolong kurang jika dibandingkan dengan umur. Pengukuran dilakukan menggunakan standar pertumbuhan anak dari WHO, yaitu dengan interpretasi stunting jika lebih dari minus dua standar deviasi median. Balita stunting dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi (2020: 2). Akibat yang ditimbulkan dari masalah gizi, yaitu adanya hambatan dalam proses tumbuh kembang, baik fisik maupun mentalnya (Emma, 2012: 30).

Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Kinanti, 2020: 4). Hal ini seharusnya menjadi alarm bagi kita untuk cermat melihat akar masalah stunting ini. Salah satu penelitian dilakukan di Kabupaten Demak yang merupakan bagian dari provinsi Jawa Tengah, Indonesia, menunjukkan bahwa salah satu faktor risiko stunting di wilayah ini adalah asupan makanan anak (Nur Oktia, 2020: 4).

Dalam artikel berjudul Persepsi Sosial Tentang Stunting di Kabupaten Tangerang, Liem dkk. Menjelaskan:

Menyikapi kondisi ini, pemerintah Indonesia sudah menggagas aneka upaya. Berbagai program dikembangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah gizi balita, antara lain  Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) (Kementerian Kesehatan), Program Keluarga Harapan (PKH) (Kementerian Sosial), Program Akses Universal Air Minum dan Sanitasi 2019 untuk menyediakan sarana air minum dan sanitasi kepada 100% penduduk Indonesia, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Kolaborasi  antar lintas kementerian dan lembaga untuk mengendalikan program-program terkait intervensi stunting dipimpin oleh Bappenas,  melalui Forum Scaling Up Nutrition (SUN) yang melibatkan pihak-pihak yang memegang peranan penting dan berpengaruh terhadap status gizi anak berusia dini. Sedikitnya empat kementerian bekerja sama meluncurkan Gerakan 1000 hari pertama kehidupan yang bertujuan untuk mengurangi masalah gizi dengan menyasar ibu hamil selama 270 hari masa kehamilan dan anak berusia 0 – 24 bulan (2019: 2).

Program-program tersebut diharapkan dapat menurunkan angka stunting di Indonesia. Pelaksanaan program pencegahan stunting diharapkan melibatkan seluruh masyarakat, namun istilah stunting belum dikenal secara luas; terlebih faktor risiko dan dampaknya (Liem, 2019: 2). Sayangnya, ada beberapa kendala dalam pelaksanaan program-program tersebut, diantaranya ialah ketidaktahuan masyarakat tentang penyakit ini. Alih-alih, mengenali gejala dan penanganannya, masyarakat justru banyak yang belum mengenal istilah stunting sendiri. Menurut Liem dkk. Istilah stunting sebenarnya tidak begitu popular di masyarakat. Istilah stunting belum banyak dikenal oleh masyarakat awam (2019: 4). Masyarakat lebih mengenal istilah cebol atau kuntring untuk menunjukan anak-anak yang pertumbuhanya terhambat, atau lambat dan tidak secepat teman-teman seusianya. Selain kurangnya pengetahuan terkait istilah stunting, masyarakat masih belum memahami bahwa terhambatnya pertumbuhan merupakan penyakit yang harus dicegah dan diantisipasi sedini mungkin.

Pencegahan stunting dapat dilakukan bila masyarakat sudah mengenal faktor penyebab stunting. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas maupun kuantitas (Arini, 2020: 1). Asupan gizi yang diperlukan balita diantaranya ASI dan MP-ASI. ASI memiliki banyak manfaat, misalnya meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit, infeksi telinga, menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis dan lain sebagainya (Henningham dan McGregor, 2009). Kurangnya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat  meningkatkan risiko terjadinya stunting terutama pada awal kehidupan (Adair dan Guilkey, 1997).

Besarnya pengaruh ASI eksklusif terhadap status gizi anak membuat WHO merekomendasikan agar menerapkan intervensi peningkatan pemberian ASI selama 6 bulan pertama sebagai salah satu langkah untuk mencapai WHO Global Nutrition Targets 2025 mengenai penurunan jumlah stunting pada anak di bawah lima tahun (WHO, 2014). balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama lebih tinggi pada kelompok balita stunting (88,2%) dibandingkan dengan kelompok balita normal (61,8%) (Khoirun, 2015: 4). Kualitas ASI juga tentunya harus diperhatikan dengan memastikan bahwa asupan yang dikonsumsi ibu menyusui adalah asupan yang halal, baik dan bergizi.

 

  1. Asupan Halalan Thayiban

Kata halal dan thayyib berasal dari Bahasa Arab. Secara etimologi, kata halal bermakna diddul haroom (antonim daripada haram). Kata halal sendiri merupakan bentuk mashdar dari kata halla - yahillu yang artinya bertahalul atau keluar dari ihram (Munawwir, 1997: 291). Kata halal juga menunjukan kebolehan melakukan, Kata halal juga menunjukan kebolehan suatu perbuatan. Sedangkan kata thayyib berasal dari kata Thaaba - Yatiibu yang artinya lezat, manis, bagus, baik atau sembuh (Munnawwir, 1997: 874).

Kata halal dan thayyib di dalam Al-Quran, bersanding dalam 4 ayat dan semunya membahas terkait perintah mengkonsumsi asupan yang halal dan baik sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 168:

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِی ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰ⁠تِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینٌ

Artinya : Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (Q.s. Al-Baqarah: 168).

Dalam Tafsir Al-Quran Tematik, Kesehatan dalam Perspektif Al-Quran. Yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashih Al-Quran pada tahun 2009, disebutkan bahwa ayat 168 surat Al-Baqarah tersebut di atas menerangkan bahwa Allah subhanahu wa taala menyuruh manusia untuk makan makanan yang halal dan tayyib (kemenag, 2009: 268). Dalam tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ajakan ayat di atas ditunjukan bukan hanya kepada orang-orang beriman tetapi untuk seluruh manusia seperti terbaca di atas. Hal ini menunjukan bahwa bumi disiapkan Allah untuk seluruh manusia, mukmin atau kafir (2017: 456). Anjuran mengkonsumsi makanan halal ini tentunya bertujuan demi kebaikan diri manusia, karena Allah yang menciptakan manusia, maka Allah-lah yang paling mengetahui apa yang layak dan yang tidak layak dikonsumsi.

Lebih jauh lagi, Quraish Shihab memaparkan, perlu digarisbawahi bahwa perintah ini ditujukan Kepada seluruh manusia, percaya kepada Allah atau tidak. Seakan-akan Allah berfirman: Wahai orang-orang kafir, makanlah yang halal, bertindaklah sesuai dengan hukum, karena itu bermanfaat untuk kalian dalam kehidupan dunia kalian (2017: 457). Perintah ini berlaku universal karena diawali dengan lafadz Yaa Ayyuhannas, dan perintah ini berkaitan dengan kesehatan manusia sendiri, baik beriman kepada Allah ataupun tidak.

Menurut Quraish Shihab, makanan halal adalah makanan yang tidak haram, yakni memakanya tidak dilarang oleh agama (2017: 456). Makanan yang haram, telah banyak disebutkan dalam Al-Quran seperti pada surat Al-Maidah ayat 3. Selain daripada yang tergolong haram, dapat kita kategorikan sebagai makanan halal. Perhatian Al-Quran terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqai, "Telah menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya kemudian memerintahkan untuk makan" (Shihab, 1996: 137).

Selain dalam surat Al-Baqarah ayat 168, perintah mengkonsumsi makanan yang halal dan baik juga terdapat dalam Surat Al-Ma'idah ayat 88:

وَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰاۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِیۤ أَنتُم بِهِۦ مُؤۡمِنُون

Artinya: Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (Qs. Al-Ma'idah: 88)

Al-Anfal ayat 69:

فَكُلُوا۟ مِمَّا غَنِمۡتُمۡ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰاۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

Artinya: Maka, makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Qs. Al-Anfal: 69)

Dan Surat An-Nahl ayat 114:

فَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰا وَٱشۡكُرُوا۟ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ إِیَّاهُ تَعۡبُدُونَ

Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. (Qs. An-Nahl: 114)

Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa selain untuk menjaga keseimbangan kondisi tubuh dan menjaga kesehatan, mengkonsumsi makanan halal juga menunjukan penghambaan dan ketakwaan manusia kepada Allah.

Ada banyak makanan halal yang dapat kita konsumsi seperti makanan yang berasal dari laut. Dalam surat Al-Maidah ayat 96, Allah berfirman:

حِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهٗ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۚوَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗوَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali) (Q.s. Al-Maidah: 96)

M. Quraish Shihab, Dalam karyanya Wawasan Al-Quran, menjelaskan: "Buruan laut" maksudnya adalah binatang yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau, kolam, dan lain-lain. Sedang kata "makanan yang berasal dari laut" adalah ikan dan semacamnya yang mudah diperoleh dengan mudah karena telah mati sehingga mengapung (1996: 141).  Selain daripada binatang laut, makanan halal juga dapat kita peroleh dari binatang darat yang tidak tergolong binatang haram. Adapun jenis-jenis hewan yang haram dikonsumsi dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 3 dan 90, surat Al-Baqarah ayat 173, dan surat Al-An'am ayat 145. Allah Swt. berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (Q.s. Al-Maidah: 3)

Banyak analisis yang dikemukakan oleh ulama dan ilmuwan tentang sebab-sebab diharamkanya apa yang dikemukakan oleh ayat ini. Bangkai misalnya, diharamkan kareana kematiannya dikhawatirkan akibat penyakit yang diidapnya sehingga memakannya dapat menularkan kuman penyakit ini (Shihab, 2017: 22). Begitupula dengan yang halal dan baik, mereka diperbolehkan untuk dikonsumsi tentunya karena kandungan nutrisi yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya daging sapi, ikan, atau ayam yang mengandung protein hewani, atau sayuran, kacang-kacangan dan buah-buahan yang mengandung protein nabati, serat dan vitamin.

Dari pemaparan diatas. Dapat dipahami bahwa Islam menjaga kesehatan umatnya melalui hadits dan ayat yang memerintahkan untuk menjaga kebersihan, membentuk pola hidup sehat dan teratur, serta menjaga pola makan, yaitu dengan hanya memakan yang halal dan baik, tidak berlebihan serta tidak berboros-borosan. Hal ini tentunya berlaku bagi siapapun yang ingin menjaga kesehatan dirinya, maupun keluarganya, termasuk ibu hamil dan menyusui serta balita.

 

  1. Mencegah Stunting Dengan Asupan Halal Dan Baik

Pencegahan stunting melalui konsumsi asupan halalan thayiban tentunya bisa menjadi solusi untuk memperbaiki perkembangan SDM Indonesia. Terlebih bila kita mengingat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tidak mengenal istilah stunting dan seluk beluknya. Di sisi lain, masyarakat tentunya sepakat bahwa asupan halalan thayiban untuk ibu hamil, menyusui serta balita sangat baik bagi tumbuh kembang anak dan menjadi upaya dalam menghindari penyakit gizi seperti stunting.

Untuk mewujudkan pencegahan hal ini, perlu adanya upaya bersama dari semu kalangan yang terlibat. Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya: Pertama, Pemerintah harus memastikan pangan yang beredar di pasaraan adalah pangan yang halal dan baik. Selain itu, pemerintah juga harus terus menjalankan program pengentasan stunting lainya. Kedua, Orang tua harus memperdalam pengetahuan tentang penyakit yang dapat diderita anak, terutama yang berkaitan dengan gizi. Ketidaktahuan orang tua dapat memperbesar potensi terjadinya stunting. Ketiga, Ibu yang sedang hamil harus mengkonsumsi makanan yang berkualitas. Kehamilan yang tidak dibarengi dengan konsumsi makanan yang baik akan menjadikan kehamilan yang lemah, beresiko dan bahkan bisa berakibat buruk terhadap janin (Lamadhah, 2010: 59). Keempat, Praktisi dan tenaga kesehatan harus terus mengedukasi masyarakat agar bisa memilih makanan yang tepat bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

Dengan menjalankan empat langkah tadi, asupan bagi ibu hamil dan menyusui tentu dapat lebih terjaga sehingga faktor penyebab stunting dapat diminimalisir. Dan juga pengembangan sumber daya manusia Indonesia dapat berjalan lebih optimal.

  1. Penutup

Stunting merupakan kondisi kurangnya asupan gizi pada anak pertumbuhan tidak optimal atau tidak mencapai standar pertumbuhan yang seharusnya. Kondisi ini dapat menghambat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya stunting diantaranya ialah kurang atau buruknya kualitas asupan gizi untuk ibu hamil dan menyusui serta balita. Padahal hal ini sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan anak.

Dalam Al-Quran, manusia diperintahkan untuk mengkonsumsi asupan yang halal dan baik, juga dilarang untuk mengkonsumsi pangan yang diharamkan karena dihawatirkan dapat memberi dampak buruk bagi yang mengkonsumsinya. Begitupula dengan pangan yang halal dan baik, ada kemaslahatan berupa gizi seimbang serta kesehatan di dalamnya.

Untuk mewujudkan pencegahan hal ini, perlu adanya upaya bersama dari semua kalangan yang terlibat. Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya: Pertama, Pemerintah harus memastikan pangan yang beredar di pasaraan adalah pangan yang halal dan baik. Kedua, Orang tua harus memperdalam pengetahuan tentang penyakit yang dapat diderita anak. Ketiga, Ibu yang sedang hamil harus mengkonsumsi makanan yang berkualitas. Keempat, Praktisi dan tenaga kesehatan harus terus mengedukasi masyarakat agar bisa memilih makanan yang tepat bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

 

Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjemahanya, Shafra'. Solo, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri: 2013.

Hayati, Arini, dkk. "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan".  Universitas Tanjungpura.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Tafsir Al-Quran Tematik, Kesehatan dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: 2009.

Lamadhah, Dr. Athif. Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan, Sebuah Panduan Praktis.. Diva Press, Yogyakarta: 2010.

Liem S., dkk. "Persepsi Sosial Tentang Stunting di Kabupaten Tangerang", Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 18 No 1, Juni 2019

Munawir, A. Warson. Al-Munawwir, Kamus Arab – Indonesia. Surabaya, Pustaka Progresif: 1997.

Ni'mah, Khoirun & Nadhiroh, St. Rahayu. "Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita". Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015.

Nirmalasari, Nur Oktia. "Stunting Pada Anak: Penyebab dan Faktor Risiko Stunting di Indonesia". Qawwam : Journal For Gender Mainstreaming, Vol. 14, No. 1 (2020), Hal. 19-28.

Pandi, Dra. Emma & Wirakusumah, M.Sc.. Panduan Lengkap Makanan Balita. Penebar Plus, Jakarta: 2012.

Rahmadhita, Kinanti. "Permasalahan Stunting dan Pencegahannya". Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, Vol 11,  No, 1, Juni 2020.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Quran. Volume 1. Tangerang Selatan, Lentera Hati: 2017.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Quran. Volume 3. Tangerang Selatan, Lentera Hati: 2017.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, Jakarta: 1996.